Selasa, 21 Juni 2011

Laporan Praktikum Ekologi Perairan Laut _BIOLOGI SAINS UNIPA 'O8


LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI PERAIRAN LAUT
             “ Parameter fisik & kimia, Plankton, Lamun dan Manggrove “



Di Susun Oleh :
Kelompok 2

Hadi Prayitno
Jois Palembangan
Maria Kwanimba
Selvi Septina Sandakila
Sitti P Khairunnisa








JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2011



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Menurut Irwan (2003), ekologi merupakan salah satu cabang biologi. Yaitu ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya. Atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadapn jasad hidup. Ada juga yang mengatakan bahwa ekologi adalah suatu ilmu yangt mempelajari hubungan antara tumbuhan, binatang, dan manusia dengan lingkungannya dimana mereka hidup, bagaimana kehidupannya dan mengapa mereka ada disitu. Ekologi berasal dari bahasa Yunani “oikos” (rumah atau tempat hidup) dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harafiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya. Ekologi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam dengan tidak melakukan percobaan.
Definisi ekologi sebagai suatu ilmu yang membicarakan tentang spektrum hubungan timbal balik yang terjadi antara organisme dan lingkungannya serta antara kelompok-kelompok organisme. Ekologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang organisme dalam rumahnya. Ekologi itu sendiri terbagi dalam beberapa ekosistem, diantaranya yaitu pantai, muara, tambak, dan sungai. Sifat-sifat dari masing-masing ekosistem tersebut misalnya dapat dilihat melalui parameter fisika, kimia, dan biologi dan dapat diketahui dengan melaksanakan suatu penelitian. Dengan adanya penelitian ini setidaknya kita memiliki data dari masing-masing ekosistem yang dapat digunakan sebagai bahan pembanding. Data yang didapatkan dari hasil penelitian dapat diolah dan dikembangkan dengan seluas-luasnya sehingga dapat digunakan untuk menjawab berbagai macam permasalahan yang menyangkut ekosistem tersebut.
Menurut Irwan (2003), ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas, atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar hubungan. Disini tidak hanya mencakup serangkaian spesies tumbuhan dan hewan saja, tetapi juga segala macam bentuk materi yang melakukan siklus dalam sistem ini serta energi yang menjadi sumber kekuatan. Untuk mendapatkan energi dan materi yang diperlukan untuk hidupnya semua komunitas bergantung kepada lingkungan abiotik. Energi dan materi dari konsumen tingkat pertama diteruskan ke konsumen tingkat kedua dan seterusnya ke konsumen-konsumen lainnya melalui jaring-jaring makanan.
Ekosistem abiotik merupakan satu tatanan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Fungsi-fungsi di dalam ekosistem ini pun harus berlangsung dalam satu satuan rangkaian dimana satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Semua ekosistem selalu terbuka, sebab semua ekosistem mempunyai batas-batas yang nyata. Ada energi dan bahan-bahan yang terbentuk didalamnya yang terus menerus keluar dari ekosistem setelah digunakan oleh organisme yang hidup didalamnya. Tempat hidup sekelompok makluk hidup disebut habitat. Makro habitat dibagi atas habitat darat dan habitat air.
Ekosistem adalah satuan fungsional dasar dalam ekologi,karena memasukkan baik organisme (komunitas) biotik maupun abiotik yang masing-masing mempengaruhi sifat-sifat yang lainnya dan keduanya perlu pemeliharaan kehidupan seperti yang kita miliki di atas bumi ini konsep ekosistem merupakan pemikiran atau pandangan ekologi serta hubungan wajib, ketergantungan, dan hubungan sebab musabab, yakni perangkaian komponen-komponen untuk membentuk satuan-satuan fungsional.
Ekosistem pantai adalah daerah pantai tertentu termasuk komponen autotrof dan komponen heterotrof. Batas-batas pantai adalah peralihan antara daratan dan lautan, sering ditandai adanya perubahan kedalaman yang berangsur-angsur dalam. Pengaruh daratan pada perairan pantai dapat dikaitkan dengan rendahnya salinitas, bertambahnya sedimentasi yang berakibat mengurangnya daya tembus sinar matahari, dan bertambah besarnya rasio antara larva planktonik dan plankton dewasa. Kita dapat membagi wilayah pantai secara teoritis menjadi mintakat yang selalu terendam air dan mintakat pasut, yakni mintakat yang secara berkala mengalami pengeringan dan perendaman. Mintakat pasut ini merupakan mintakat yang terbanyak diketahui sifat-sifat ekologiknya dan sumberdaya hayatinya.
Muara merupakan pencampuran dua massa air tawar dan air laut. Percampuran yang terjadi akan berbeda kasusnya pada satu lokasi dengan lokasi lain, hal tersebut disebabkan oleh :
  1. Lebar sempitnya sungai.
  2. Kecepatan dan rah arus.
  3. Evaluasi dan topografi dasar perairan.
  4. Bentuk geografi pantai.
  5. Pendayagunaan sungai atau pantai sekitar.
Lingkungan lautan berbeda dari lingkungan darat. Perbedaan prinsip terletak pada susunan kimia dari airnya. Air laut mengandung kira-kira 3,5 % mineral atau 35 ‰. Mineral yang larut dalam air laut dinamakan garam, oleh karena itu kadar mineral air laut disebut kadar garam atau salinitas. Faktor-faktor iklim di lautan tidak begitu penting seperti di daratan. Suhu permukaan air sangat berbeda-beda. Penyebaran suhu permukaan ini sangat mempengaruhi penyebaran organisme yang hidup di permukaan laut atau di dekat pantai. Permukaan air laut, jumlah energi cahaya untuk organisme autotrof adalah paling banyak kemudian semakin ke dalam semakin berkurang. Kekeruhan air ini mempengaruhi kecepatan berkurangnya energi sebab air jernih dapat ditembus oleh cahaya matahari lebih dalam daripada air yang keruh. Aliran air laut mempengaruhi juga suhu dan kadar garam di setiap tempat dalam lautan dan sebaliknya aliran ini dipengaruhi oleh pola angin dan oleh perputaran bumi.
Di Indonesia, laut sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat. Hal ini sangat wajar mengingat sebagian besar Negara kita terdiri dari perairan dan manfaat laut sudah dirasakan sejak zaman nenek moyang.  Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.
Dengan praktikum ini diharapkan dapat mengetahui berbagai jenis biota yang terdapat di ekosistem laut seperti, Lamun, Plankton, Manggrove, dan parameter fisik dan kimia dari suatu ekosistem laut tersebut.

1.2.Tujuan
Tujuan yang didapat dari Praktikum ini adalah:
ê  Dapat menentukan kualitas parameter fisik dan kimia
ê  Dapat menentukan indeks keanekaragaman dari jenis spesies yang di dapatkan.

1.3.Manfaat
Manfaat  yang  didapat  dalam Praktikum  adalah  menambah wawasan  tentang  kualitas fisik dan kimia pada ekosistem perairan laut dan indeks keanekaragaman.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Komunitas Plankton
Secara  sederhana  plankton  diar tikan  sebagai  hewan  dan  tumbuhan  renik yang  terhanyut  di  laut. Nama plankton  berasal  dari  akar  kata Yunani  “planet” yang  berarti  pengembara. Istilah  plankton  pertama  kali  diterapkan  untuk organisme  di laut oleh Victor Hensen direktur  Ekspedisi  Jerman  pada  tahun 1889, yang  dikenal  dengan “Plankton  Expedition” yang  khusus dibiayai  untuk menentukan dan membuat  sitematika  organisme  laut  (Charton dan Tietjin, 1989).  
Plankton terdiri dari dua  kelompok  besar organisme akuatik yang berbeda yaitu  organisme fotosintetik atau fitoplankton dan organisme non fotosintetik atau zooplankton.

2.2.Lamun
Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996). Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks.
Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting).Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996)
Sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat. (Myxomycetes) (Giesen dalam Wibowo, 1996)
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi. (Romimohtarto dkk, 1999).
2.2.1. Jenis-jenis Lamun
Tumbuhan lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga  dan  berpembuluh  (vascular plant)  yang  sudah  sepenuhnya  menyesuaikan  diri hidup  terbenam  di  dalam  air  laut.  Beberapa  jenis lamun  bahkan  ditemukan  tumbuh  sampai  8–15 meter  dan  40  meter.  Tumbuhan  lamun  jelas memiliki  akar,  batang,  daun,  buah  dan  biji. Lamun termasuk dalam kelas monocotyledoneae, anak kelas alismatidae  (Rifqi,  A.,  2008),  yang  terdiri  atas  2 famili,  yaitu  hydrocharitacheae  dan potamogetonaceae,  12  genera,  dan  60  spesies.  7 genera  diantaranya  berada  di  perairan  tropis,  dari famili  hydrocharitacheae  yaitu  enhalus  sp., halophila  sp.,  dan  thallassia  sp.,  sedangkan  dari famili  potamogetonaceae,  yaitu  chymodeceae  sp., halodule  sp.,  syringodium  sp.,  dan  thalassodendron sp.  (den  Hartog,  1970  dalam  laporan  CORMAP, 2006).  Lamun  termasuk  dalam  divisi  thallophys (tumbuhan  berthalus)  dengan  ciri  khas  memiliki akar, batang dan daun belum bias dibedakan  (Rifqi, A., 2008).
Reproduksi  lamun  dapat  dilakukan  secara aseksual  dan  seksual.  Reproduksi  aseksual  terjadi dengan  terbentuknya  stolon,  sedangkan  reproduksi seksual  terjadi  dengan  terbentuknya  hydrophilus. Tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap  pada  lamun  efektif  sebagai  alat  berbiak. Berbeda  dengan  tumbuh-tumbuhan  laut  lainnya, lamun  dapat  berbunga,  berbuah  dan  menghasilkan biji.  (Rinta Kusumawati).
2.3.2. Pemanfaatan Lamun
Secara  umum manfaat  lamun  terbagi  atas dua kelompok, yaitu manfaat ekologis dan manfaat ekonomis.  Manfaat  ekologis  lamun  lebih mengarah  kepada  fungsinya  sebagai  anggota ekosistem lamun yang dominant, yaitu sebagai:
1.  Tempat  berlindungnya  larva  ikan  dan  biota laut,  serta  sebagai  daerah  sumber  makanan bagi  ikan  dan  udang  (den  Hartog,  1970  dan Stevenson,  1988  dalam  Laporan  CORMAP, 2006).
2.  Penahan  ombak  dan  memperlambat  aliran arus, atau sebagai pelindung pantai dari abrasi pantai  (Scoffin,  1970  dan  Fonseca  et.l,  1982 dalam CORMAP, 2006).
Selanjutnya,  manfaat  ekonomis  lamun  lebih mengarah  pada  pemanfaatannya  untuk kepentingan hidup manusia, diantaranya:
1.  Bahan  baku  produk-produk  tradisional (Philips  &  Menez  (1988),  yaitu  bahan  baku kompos  (pupuk),  cerutu,  mainan,  keranjang anyaman,  tumpukan untuk pematang,  pengisi kasur, makanan, dan jaring ikan.
2.  Bahan baku produk-produk modern (Philips & Menez  (1988),  yaitu  sebagai  penyaring limbah,  stabilizator  pantai,  bahan  baku  pada pabrik  kertas,  makanan,  obat-obatan,  dan sumber bahan kimia (Rinta Kusumawati).

2.3.3. Habitat Lamun
Lamun  umumnya  teridentifikasi  tumbuh dengan subur di perairan yang terbuka dan memiliki dasar  perairan  pantai  yang  berpasir  mengandung lumpur,  pasir,  krikil,  dan  patahan  karang  mati. Pendukung  lain  adalah  kecerahan  perairan  yang tinggi, suhu yang stabil, dengan kedalaman sekitar 1 – 10 meter. 
Ekosistem  lamun  dapat  berasosiasi  dengan baik  dengan  ekosistem  mangrove  dan  terumbu karang.  Terumbu  karang  berperan  sebagai penghalang  arus  air  laut  sehingga  memungkinkan komunitas  mangrove  dan  lamun  di  belakangnya dapat  tumbuh  dengan  baik.  Lamun,  kemudian berperan  untuk  menahan  sedimen  dan memperlambat  gerakan  air,  sehingga menguntungkan  bagi  terumbu  karang  yang  sangat rentan  terhadap  kelimpahan  sedimen. Mangrove juga  berperan  sebagai  penahan  sedimen,  terutama yang  berasal  dari  daratan,  sehingga  mengurangi kemungkinan  penutupan  lumpur  pada  terumbu karang dan padang lamun. Kumpulan sedimen yang terkumpul, pada  gilirannya  dapat  menjadi  substrat bagi komunitas mangrove.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan lamun adalah sebagai berikut:
1.  Kecerahan
Lamun membutuhkan  intensitas  cahaya  untuk berfotosintesis. Hal ini menyebabkan sulitnya lamun tumbuh di  perairan  yang  lebih  dalam.  Intensitas cahaya   untuk  laju  fotosintesis  lamun  ditunjukkan dengan  peningkataan  suhu  dari  29–35°C  untuk Zostera  marina,  30°C  untuk  Cymidoceae   nodosa dan  25–30°C  untuk  Posidonia  oceanica  (Anonim,2008; ).
2.  Kekeruhan 
Kekeruhan secara  tidak  langsung  lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya
yang dibutuhkan  lamun  untuk  berfotosintesis. Kekeruhan dapat disebabkan karena partikel-partikel tersuspensi  dari  bahan  organik  atau  sedimen, terutama  dengan  ukuran  yang  halus  dan  dalam jumlah  yang  berlebih.  Pada perairan  pantai  yang keruh,  maka  cahaya  merupakan  faktor  pembatas pertumbuhan  dan  produksi  lamun  (Hutomo,  1997 dalam Anonim, 2008).
3.  Temperatur
Suhu  optimal  untuk  pertumbuhan  lamun  yaitu 28    30°C  (Zimmerman  et. Al,  1987;  Phillips  & Menez  1988;  dan Nybakken,  1993  dalam Anonim, 2008).  Kemampuan proses  fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada  di  luar  kisaran  optimal  tersebut. Suhu yang baik untuk mengontrol produktifitas  lamun pada air adalah  sekitar  20–30°C suntuk  jenis  Thalassia testudinum  dan  sekitar  30°C  untuk  Syringodium filiforme (Anonim, 2008) .
Review  yang dilaporkan oleh  Institut Pertanian Bogor  (2008) menyebutkan  adanya  penelitian  yang menunjukkan  bahwa  perubahan  suhu  berpengaruh nyata  terhadap  kehidupan  lamun,  yaitu  terhadap metabolisme,  penyerapan  unsur  hara  dan
kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs 1986; Marsh et al.  1986;Bulthuis  1987).  Dalam review tersebut  juga disebutkan bahwa Marsh et al.  (1986) melaporkan  bahwa  pada  kisaran  suhu  25–30°C fotosintesis  bersih  lamun  akan  meningkat  dengan meningkatnya  suhu. Demikian juga  dengan  proses respirasi  akan  meningkat  dengan  meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5 – 35°C.


4.  Salinitas
Spesies  lamun  memiliki  kemampuan  toleransi yang berbeda  terhadap  salinitas,  namun  sebagian besar memiliki  kisaran  yang  lebar  yaitu  10–40%o. Nilai salinitas  optimum  untuk  lamun  adalah  35‰. Peningkatan  salinitas  yang  melebihi  ambang  batas toleransi  lamun  dapat  menyebabkan  kerusakan, namun  demikian  lamun  yang  telah  tua  diketahui mampu  meningkatkan  toleransi  terhadap  fluktuasi salinitas  yang  besar  (Zieman,  1986  dalam Anonim, 2008).  Thalassia sp.  memiliki  waktu  toleransi  yang singkat,  kisaran  optimum  untuk  pertumbuhannya adalah  sekitar  24–35‰.  Selai itu, salinitas  juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas,kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun.
5.  Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam  tipe subtrat,  di  Indonesia  padang  lamun  dikelompokkan dalam  6  kelompok  berdasarkan  tipe  substratnya, yaitu lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara, 1997 dalam anonim, 2008). Kedalaman  substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen, yaitu sebagai pelindung dari  arus  air  laut  dan  tempat  pengolahan  nutrient.(Anonim, 2008). 
6.  Kecepatan Arus Perairan
Kecepatan arus air laut dipengaruhi oleh kontur perairan, jenis perairan (terbuka/tertutup), kecepatan angin, dan kedalaman  perairan. Kecepatan  arus mempengaruhi  produktivitas  padang  lamun,  jenis Thallassia  testudium  misalnya,mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh pada kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.
7.  Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal.  Lamun tumbuh  di  zona intertidal  bawah  dan  subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m.  Zona  intertidal  dicirikan  oleh tumbuhan  pionir  yang  didominasi  oleh  Halophila ovalis,  Cymodocea  rotundata  dan  Holodule pinifolia,  sedangkan  Thalassodendron  ciliatum mendominasi  zona  intertidal  bawah  (Hutomo,  1997 dalam  Anonim,  2008). Selain  itu,  kerapatan  dan pertumbuhan  lamun  juga  dipengaruhi  oleh kedalaman perairan.


8.  Nutrien
Ketersediaan  nutrient menjadi  faktor  pembatas pertumbuhan,  kelimpahan  dan  morfologi  lamun pada  perairan  yang  jernih  (Hutomo,  1997  dalam Anonim,  2008).  Unsur  N  dan  P  dalam  sedimen perairan  dapat  berbentuk  sedimen  terlarut  atau terikat  dalam  suspensi.  Hanya  nutrien  N  dan  P terlarut  yang  dapat  dimanfaatkan  oleh  lamun  (Udy dan Dennison, 1996 dalam Anonim, 2008).
Penyerapan  nutrien  oleh  lamun  dilakukan  oleh daun  dan  akar,  tetapi  penyerapan  oleh  akar  lamun lebih  dominant  (Erftemeijer,  1993  dalam  Anonim, 2008).

2.3.4. Distribusi  Lamun Di Indonesia 
Beberapa laporan  penelitian  telah menyebutkan  lokasi-lokasi  yang  memiliki  padang lamun yang potensial, diantaranya di perairan Papua, Sulawesi, Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.



2.3. Manggrove
Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut didaerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas dan memiliki potensi kekayaan hayati.  Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove (Tri Wijayanti).
2.3.1. Keanekaragaman Jenis Mangrove
 Hutan mangrove juga menyediakan habitat alami yang unik bagi berbagai macam flora dan fauna laut serta air payau. Dalam dua dekade ini keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis.  Saat  ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas - komunitas mangrove yang ada di sekitar muara - muara sungai dengan ketebalan 10 -100 meter, didominasi oleh  Avicennia marina diikuti oleh jeni Rhizophora mucronata, Sonnerati alba dan Sonneratia caseolaris yang semuanya memiliki manfaat sendiri, misalkan pohon Avicennia memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akar dan batang) logam berat pencemar, sehingga keberadaan mangrove dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran diperairan laut dan manfaat ekonomis seperti hasil kayu serta bermanfaat sebagai pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan.
2.3.2. Manfaat Mangrove
Mangrove atau yang sering disebut bakau memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan sekitarnya yaitu :
1.      Pemeliharaan Keakeragaman Fauna
Hutan mangrove menyokong kehidupan hewan karena memberikan sumber makanan dan tempat untuk hidup.  Jenis - jenis biota yang dijumpai di Pamurbaya antara lain : Reptilia, ikan dan hewan makrobentos.  (Arisandi dkk, 2001).
2.        Tempat Pemijahan
     Lingkungan mangrove memiliki produktifitas tinggi, menyediakan sumber energi berupa zat - zat makanan karena itu mangrove merupakan tempat berteduh dan mencari  makan. (Arisand dkk, 2001).
3.    Habitat Penting Bagi Burung
     Beberapa jenis burung membutuhkan ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makan dan bersarang. (Arisandi dkk, 2001)
4.         Pencegah Banjir
5.         Bioakumulator Logam Berat
6.         Mengurangi resiko bahaya tsunami
2.3.3.      Jenis-Jenis Mangrove
Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75 spesies, tentunya tergantung kepada pakar mangrove yang mana pertanyaan kita tujukan.(Tomlinson, 1986 dan Field, 1995).
Ada yang menyatakan bahwa Asia merupakan daerah yang paling tinggi keanekaragaman dan jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di benua Amerika hanya memiliki sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan Indonesia disebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah  vivipar terdapat sekitar 12 famili.
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia  sp.), bakau (Rhizophora  sp.), tancang (Bruguiera  sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia  sp.), merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. 
Jenis api-api atau di dunia dikenal sebagai  black mangrove  mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik.
Mangrove besar, mangrove merah atau Red mangrove (Rhizophora spp.) merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin.
















BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Lokasi

No
Waktu
Kegiatan/Lokasi
07/05/2011-10/05/20111
1
10.00 WIT
Pengambilan sampel di Pantai Rendani
2
10.20 WIT
Identifikasi sampel di Lab. Biologi


No
Waktu
Kegiatan/Lokasi
12/05/2011-19/05/2011
1
13.10 WIT
Identifikasi Jenis Plankton di Lab. Biologi
2
13.10 WIT
Identifikasi Jenis Plankton
















3.2. Alat dan Bahan
Alat  :
ê  Karen Meter
ê  PH air
ê  Thermometer
ê  Meteran
ê  Kamera
ê  Jaring Plankton
ê  Pipet
ê  Sedgewick Rafter
ê  Botol vitamin
ê  Botol
ê  Tali Rafiah
ê  Mikroskop
Bahan  :
ê  Plankton
ê  Lamun
ê  Manggrove
ê  Taripang
ê  Formalin
ê  Aquades

3.3. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini, dalam Lamun dan Mangrove adalah metod transek. sedangkan untuk plankton di lakukan dengan metode  pengamatan  langsung terhadap objek yang akan diamati dengan metode penyaringan di lapangan dan secara tidak langsung atau identifikasi di dalam laboratorium.



3.4. Cara Kerja
Pengukuran parameter fisik dan kimia di Pantai Rendani:
1.         Suhu
Pengukuran suhu air dilakukan dengan thermometer celcius yang digantung dengan tali dan dicelupkan ke air selama kira-kira 5 menit sampai suhu konstan, kemudian diamati angkanya tampa menyentuh thermometernya dan ditulis hasilnya.
2.         Salinitas
Menggambil air dan ukur dengan alat salinitas dan melihat hasilnya.
3.         Kecepatan Arus
Lepaskan penampung pada suatu titik yang telah ditentukan. Pada saat pelampumg
dilepas ke dalam perairan, pada saat itu pula tekan tombol start pada stop watch. Setelah jarak tertentu matikan stop watch. Lalu ukur jarak dan waktu yang telah ditempuh. Ulangi pekerjaan ini selama 3 kali di tempat yang berbeda dan hasilnya dirata-ratakan. Kecepatan aliran air dinyatakan dalam jarak perwaktu (meter/detik, km/jam).
4.         Pengukuran PH
Pengukuran PH air pantai Rendani dilakukan dengan mengambil air sedikit dan setelah itu ambil alat PH meter dan rendam di air tersebut beberapa menit kemudian melihat hasilnya tersebut.












Plankton
Menyediakan serta mengecek alat dan bahan yang akan digunakan dalam sampling
             
Menyiapkan jaring plankton kemudian melemparnya ke perairan
Menarik jaring plankton secara perlahan dan selalu menjaga posisi jarring tepat di bawah permukaan air
Membuka penjepit saluran dan menuangkan volume air yang terjebak di dalamnya ke dalam botol koleksi
Meneteskan formalin ke dalam botol tersebut yang berisi air lalu menutup botol dengan rapat dan menkocok secara perlahan-perlahan
Memberikan label keterangan nama pengambil, lokasi dan tanggal pengambilan kemudian membawanya ke laboratium  untuk di analisis
Meneteskan sampel yang telah di kocok sebelumnya ke dalam Sedgwich Rafter dan menutupnya dan amatilah di bawah mikroskop
Kemudian menghitung jumlah dan jenis plankton dan setelah itu mengidentifikasi plankton
 








































                                                                                                                        



Lamun

ê  Buatlah di padang lamun dengan menggunakna meteran dengan transect garis sepanjang 10 meter
ê  Dibentangan transect garis (meteran) dibuat sepuluh plot pengamatan (transect kuadrat 50 cm x 50 cm).
ê  Dilakukan Pengamatan pada tiap bagian transect kuadrat.
ê  Diamati dan catat, tiap penutup spesies vegetasi lamun yang terdapat pada plot pengamatan, sesuai dengan kelas masing-masing
ê  Setelah itu identifikasi lamun tersebut dan hitung indeks keanekaragaman.

Manggrove

ê Membuat transek didaerah ekosistem mangrove dengan menggunakan tali rafia dengan ukuran yang telah ditentukan 40 x 40
ê Mengamati plot tersebut  dan mencatat jenis mangrove yang ada di dalamnya
ê Mengambil sampel mangrove atau foto sebagai bukti untuk mengidentifikasi jenisnya di laboratium.
.











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
4.1. Parameter kualitas air

Parameter fisik dan kimia kualtas air
Suhu
Salinitas
Kecepatan arus
PH
29°C
35 ppt
0,3
6,1

4.2. Plankton

No
Jenis Plankton
Jumlah
1.
Nitzschia sigma
1
2.
Richeha intracellularis
1
3.
Untermedia W. Smith
1
4.
Triceratium reticulum EHREBERG
3
5.
Pleurosigma normanii RAIFS
2
6.
Pleurosigma elongatrim W. SMITH
3
7.
Climacosphenia moniligera
1
8.
Triohodesmium
1
9.
Rhizolenia alata
9










4.3. Lamun

No
Jenis Lamun
Jumlah Plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.
H. Uninervsis
34
414
72
213
146
285
331
338
160
200
2.
C. Rotundata
-
34
156
177
-
182
171
289
65
81
3.
H. Minor
7
63
-
-
69
32
36
18
18
33

Nb:
Tiap-tiap plot yang ada bukan hanya jenis lamun yang ada di dalamnya tetapi ada jenis spesies hewan lainnya di antaranya :
Ikan, spongebob, molusca, dll...


4.4. Manggrove

Jumlah Pohon :
26 pohon









Pembahasan

4.1. Parameter kualitas air
Suatu perairan laut dipengaruhi oleh parameter fisik-kimia, dari pengamatan di Pantai Rendani kami melihat parameter fisik kimia seperti suhu, PH, Salinitas dan kecepatan arus.

4.2. Plankton
Di analisis dengan menggunakan rumus :
N= n x ( )  x )
Dimana :
N  = jumlah total plankton (sel/L)
n   = jumlah rata – rata sel plankton pada setiap lapangan pandangan (sel)
Va = Volume air yang tersaring (ml)
Vb = Volume air yang diamati (ml)
Vs = volume air di saring  (ml)

Dari data yang ditemukan di Pantai Rendani setelah melakukan penyaringan dan diidentifikasi di laboratium adalah sbagai berikut :
Dik :
n : 9
Va : 20 ml x 20 ml = 40 ml = 0,4 L
Vb : 0,04 x 9 = 0, 36 = 0,0036 L
Vs : 5 x 5 = 25 L





Dit : N ..........?????????
Penyelesaian :
N= n x ( ) x )
  = 9 x ( ) x )
  = 9 x 111,111 x 0,04
  = 39,9996 sel/Liter


4.3. Lamun
Lamun yang kami dapatkan adalah : H. Uninervsis; Membentuk padang lamun spesies tunggal pada rataan karang yang rusak, C. Rotundata, H. Minor ; Pertumbuhannya cepat, dan merupakan spesies pionir. Umum dijumpai di substrat
berlumpur. Jenis lamun yang dominan di perairan Rendani ini adalah H. Uninervis.









Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Helobiae
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Enhalus
Jenis : Enhalus acoroides
Marga : Halophila

                                    Jenis : Halophila decipiens,                                                                           
H.ovalis, H.minor,H. spinulosa
Marga : Thalassia
Jenis : Thalassia hemprichii
Suku : Potamogetonaceae
Marga : Cymodocea                                                       Jenis:Cymodocea rotundata,
                                                   C. serrulata
                                                                                         
Marga : Halodule                                                           Jenis : Halodule pinifolia,
H. uninervis
Marga : Syringodium
Jenis : Syringodium isoetifolium
Marga : Thalassodendron
Jenis : Thalassodendron ciliatum

Lamun mempunyai perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti makro-algae atau rumput laut (seaweeds). Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas. Akar pada tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air, karena daun dapat menyerap nutrien secara langsung dari dalam air laut. Untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di dalam kolom air tumbuhan ini dilengkapi dengan ruang udara. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai empat meter. Spesies lamun yang biasanya tumbuh dengan vegetasi tunggal adalah Thalassia hemprichii, uninervis, Cymodocea serrulata, dan Thlassodendron ciliatum.Enhalus acoroides, Halophila ovalis,Halodule
 Padang lamun menyebar hampir di seluruh kawasan perairan pantai Indonesia. Anda akan sangat mudah mengenali tumbuhan ini. Padang lamun biasanya sangat mirip dan bahkan menyerupai padang rumput di daratan dan hidup pada kedalaman yang relative dangkal (1-10 meter) kecuali beberapa jenis seperti Halodule sp., Syringodium sp. dan Thalassodendrum sp., yang juga di temukan pada kedalaman sampai dengan 20 meter dengan penetrasi cahaya yang relative rendah. Malah pernah dilaporkan jenis Halophila yang di temukan pada kedalaman 90 meter oleh Taylorm (1928) yang ditulis dalam Den Hartog (1970). Namun umumnya sebagian besar padang lamun menyebar pada kedalaman 1 – 10 meter. Di beberapa perairan dangkal, kita dapat menyaksikan padang lamun dengan kepadatan yang cukup tinggi yang memberikan kesan hijau pada dasar perairan.
Untuk tipe perairan tropis seperti Indonesia, padang lamun lebih dominan tumbuh dengan koloni beberapa jenis (mix species) pada suatu kawasan tertentu yang berbeda dengan kawasan temperate atau daerah dingin yang kebanyakan di dominasi oleh satu jenis lamun (single species). Penyebaran lamun memang sangat bervariasi tergantung pada topografi pantai dan pola pasang surut. Anda bisa saja menjumpai lamun yang terekspose oleh sinar matahari saat surut di beberapa pantai atau melihat bentangan hijau yang didalamnya banyak ikan-ikan kecil saat pasang. Jenisnya pun beraneka ragam, yang di pantai Indonesia sendiri, kita bias menjumpai 12 jenis lamun dari sekitar 63 jenis lamun di dunia dengan dominasi beberapa jenis diantaranya Enhalus acoroides,
Cymodocea spp, Halodule spp., Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Thallasia hemprichii dan Thalassodendron ciliatum. Dan saya percaya kawasan perairan Indonesia yang sangat luas mempunyai jenis lamun yang lebih dari perkiraan beberapa lembaga penelitian.








4.4. Mangrove

Jenis mangrove yang di dapatkan adalah :

Scyphiphora hydrophyllacea Gaertn.
      Nama lokal : Duduk
      Deskripsi umum : Semak tegak, selalu hijau, seringkali banyak cabang, ketinggian mencapai 3 m. Kulit kayu kasar berwarna coklat, cabang muda memiliki resin, kadang-kadang terdapat akar tunjang pada individu yang besar.
      Daun : Daun berkulit dan mengkilap. Letak berlawanan, bentuk bulat telur terbalik, ujung membundar.
      Bunga : Warna putih, hampir tak bertangkai, biseksual, terdapat pada tandan ynag panjangnya hingga 15 mm. Letak di ketiak daun,formasi kelompok (3-7 per kelompok). Daun mahkota 4-5, putih-agak merah. Kelopak bunga 4-5, berbentuk mangkok bawahnya seperti tabung (panjang 5 mm).
      Buah : Silindris berwarna hijau hingga coklat, berurat memanjang dan meiliki sisa daun kelopak bunga. Tidak membuka ketika matang. Terdapat 4 buah silindris. Ukuran buah, panjang 8 mm, biji 1x2 mm.
      Ekologi : Tumbuh pada substrat lumpur, pasir dan karang pada tepi daratan mangrove atau pada pematang dan dekat jalur air. Tidak toleran terhadap penggenanggan air tawar dalam waktu yang lama dan biasanya menempati lokasi yang kerap tergenang pasang-surut. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Banyak menghasilkan buah, tetapi pembiakan biji relatif rendah.









Sonneratia alba J.E Smith

Nama lokal : Pedada lanang
Deskripsi umum : Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul ke permukaan sebagai akar napas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.
Daun : Daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal tangkai daun. Tangkai daun panjangnya 6-15 mm. Letak berlawanan, bentuk bulat telur terbalik, ujung membundar.
Bunga : biseksual, tangkai bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak diujung atau pada cabang kecil. Formasi soliter-kelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota warna putih mudah rontok. Kelopak bunga 6-8, berkulit, bagian luar warna hijau, di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjang 2-2,5 cm. Benang sari banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.
Buah : Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji (150-200 biji) dan tidak akan membuka pada saat telah matang.
Ekologi : Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang. Perbungaan tiap tahun. Akar napas tidak terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.










Excoecaria agallocha L.

Nama lokal : Betah
Deskripsi umum : Pohon meranggas kecil dengan ketinggian mencapai 15 m. Kulit kayu berwarna abu-abu, tetapi memiliki bintil. Akar menjalar di sepanjang permukaan tanah, seringkali berbentuk kusut dan ditutupi oleh lentisel. Batang, dahan dan daun memiliki getah (warna putih dan lengket) yang dapat mengganggu kulit dan mata.
Daun : Hijau tua dan akan berubah menjadi merah bata sebelum rontok, pinggiran bergerigi halus, ada 2 kelenjar pada pangkal daun. Letak bersilangan, bentuk elips dan ujung meruncing.
Bunga : memiliki bunga jantan dan betina saja, tidak pernah keduanya. Bunga jantan (tanpa tangkai) lebih kecil dari betina dan menyebar di sepanjang tandan. Tandan bunga jantan berbau, berwarna hijau dan panjangnya mencapai 11 cm. Letak di ketiak daun, formasi bulir, daun mahkota hiaju dan putih, kelopak bunga berwarna hijau kekuninggan, benang sari 3, berwarna kuning.
Buah : Bentuk seperti bola dengan 3 tonjolan, warna hijau permukaan seperti kulit berisi biji berwarna coklat tua
Ekologi : Memerlukan masukan air tawar dalam jumlah besar. Umumnya ditemukan pada bagian pinggir mangrove daratan atau kadang-kadang di atas batas air pasang. Perbungaan terjadi sepanjang tahun dengan penyerbukan dibantu oleh serangga terutama lebah.










BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan praktikum yang telah kami lakukan di Pantai Rendani, kami menyimpulkan bahwa :
v Adanya parameter fisik kimia dari kualitas air yang berbeda.
v Ditemukan berbagai jenis plankton dari berbagai bentuk yang ada.
v Species lamun yang paling dominan adalah Halodule Uninervis
v Beberapa jenis mangrove yang telah di teliti dan telah kami lakukan indentifikasi satu per satu, dan dari jenis-jenis mangrove ini masing-masing mempunyai deskripsi dan keistimewaan tersendiri, mangrove banyak terdapat di daerah-daerah pantai maupun rawa yang bersifat basah dan bergenangan air, disitulah mangrove berkembang dan menjadi salah satu factor penyeimbang di alam. nJenis mangrove yang didapatkan adalah ; Scyphiphora hydrophyllacea Gaertn .F. , Sonneratia alba J.sm. dan Excoecaria agallocha
v Tumbuhan mangrove, lamun, merupakan tumbuhan hayati yang dapat menghasilkan makanan sendiri melalui proses fotosintesis sehingga disebut sebagai produsen primer. Maka dengan adanya seperti ini biota yang hidup di dalam masing-masing ekosistem ini dapat melakukan proses biologisnya, dari proses biologis tersebut biota ini dapat menghasilkan zat kimi organik yang disebut dengan unsur hara yang kemudian di serap oleh ekosistem mangrove, lamun dan algae, sehingga terbentuk sebuah interaksi.
5.2. Saran
v  Dalam melaksanakan praktikum ekologi perairan laut, seharusnya memilih lokasi yang kita akan amati itu benar-benar perairannya itu lengkap semua ekosistemnya, agar tidak memakan waktuyang cukup lama.
v   Kepada praktikan harus benar-benar aktif di dalam praktikum supaya praktikum berjalan dengan lancar dan untuk menghemat waktu.
v  Kepada dosen pengasuh praktikum, di usahakan ada sebuah kerjasama antara   yang satu dengan yang lainnya supaya tidak ada perbedaan pendapat tentang hasil pratikum yang di berikan oleh peserta praktek.
DAFTAR PUSTAKA
Irwanto. 2006. “ KEANEKARAGAMAN FAUNA PADA HABITAT MANGROVE”. Yogyakarta.
Kusumawati, Rinta. Jenis dan Kandungan Kimiawi Lamun dan Potensi Pemanfaatannya di Indonesia.

Rahman, Abdur. 2008. Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Perairan Muara Sungai Alalak. Al’ulum, Vol.37, No.3, Hlm. 12-17

Sasongko, teguh. 2009. Laporan Praktikum Ekologi Perairan ‘ KONDISI FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI SELAMA 12 JAM DI HABITAT PERAIRAN LOTIK DAN LENTIK’; Purwokerto.

Thoha , Hikmah. 2007. KELIMPAHAN PLANKTON DI EKOSISTEM PERAIRAN TELUK GILIMANUK, TAMAN NASIONAL, BALI BARAT. Makara, SAINS, Vol. 11, No. 1,: 44-48

Wijayanti, Tri. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus.
Anonim, 2009. Sistematika Ceriops Tagal. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim, 2009. Sistematika Lumnitzera Racemosa. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim, 2009. Sistematika Rhizophora Stylosa. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim, 2009. Sistematika Sonneratia Caseolaris. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT.
LAMPIRAN

Excoecaria agallocha L.

                  
              Sonneratia alba J.E Smith          Scyphiphora hydrophyllacea Gaertn.



Salah satu jenis plankton yang kami temukan baik di air  maupun dalam perut taripang